Oleh: KH. Irfan Amalee, MA & Ust. Dadan Ramadhan, S.Ag
Di pagi awal juni di 519 M, Nabi meninggalkan kepedihan Kota Mekah menuju harapan di kota Thaif.
Selama tiga tahun ke belakang, Nabi bersama kerabatnya sesama Bani Hasyim diboikot oleh semua penduduk Mekah. Mereka diisolasi disebuah celah sempit di sudut kota Mekah. Tak ada suplay makanan dan tak boleh melakukan perniagaan.
Selama masa-masa sulit itu, Abu Thalib dan Siti Khadijah yang semakin tua mengalami penurusan kesehatan. Hingga akhirnya dua orang pelindung Nabi itu wafat pada tahun kesepuluh kenabian. Tahun itu disebut tahun kesedihan (amul huzni).
Wafatnya dua orang pelindung Nabi ini, membuat Nabi dan pengikutnya semakin rentan dari penyiksaan. Pengikut Nabi selama 10 tahun berdakwah tak lebih dari 90 orang. Kebanyakan kaum lemah dan kaum papa. Sebagian dari mereka sudah dihijrahkan ke Abisinia.
Nabi Muhammad harus mencari tempat hijrah lagi, untuk menyelamatkan sisa umatnya.
Thaif menjadi pilihan. Karena Nabi punya kenangan indah hidup di daerah itu saat kecil pada masa disusui oleh ibu susu dari Bani Sa’ad.
Maka pagi hari di awal Juni tahun sepuluh kenabian, ditemani pelayannya, Zaid bin Haritsah, Nabi berjalan menuju kota Thaif membawa segudang harapan.
Nabi berjalan selama 3 hari sepanjang jarak sebanding dengan jarak Bandung-Bogor. Karena Thaif adalah dataran tinggi yang hijau dan subur, mungkin perjalanannya seperti menuju Bogor via puncak. Meliuk dan menanjak.
Setelah tiga hari perjalanan yang melelahkan, Nabi Muhammad dan Zaid bi Haritsah tiba di Thaif dan langsung menemui tiga orang tokoh Bani Tsaqif yaitu Abd al-Yalail, Mas’ud dan Hubaib.
Sebelum Nabi tiba ke Thaif ternyata para Pemuka Mekah telah lebih dulu mengirimkan pesan provokasi kepada tokoh-tokoh Bani Tsaqif agar jangan menerima Muhammad.
Bukan hanya menolak ajakan Nabi, para tokoh Bani Tsaqif juga menghardik dengan kata-kata yang menyakitkan.
Sepuluh hari Nabi berada di Thaif menemui satu persatu tokoh dan masyarakat di pasar. Tak seorang pun membuka tangan mereka.
Bahkan puncaknya, perempuan dan budak-budak dikerahkan untuk mengusir dan melempari Nabi dan Zaid dengan batu. Dengan badannya, Zaid melindungi tubuh nabi dari hujan batu. Akibatnya Zaid terluka di beberapa bagian tubuhnya. Beberapa batu mengenai kaki Rasululah hingga berdarah, hingga ia harus menyeret kakinya yang penuh luka untuk berjalan.
Rasulullah dan Zaid baru bisa aman setelah ia keluar perbatassn Thaif. Mereka beristirahat di sebuah kebun anggur milik Utbah dan Syaibah putra Rabi’ah yang terletak sekitar 5 kilometer dari Thaif.
Sambil beristirahat, Rasulullah memanjatkan sebuah doa berikut:
اللهم إليك أشكو ضَعْف قُوَّتِى، وقلة حيلتى، وهوإني على الناس، يا أرحم الراحمين، أنت رب المستضعفين، وأنت ربي، إلى من تَكِلُنى ؟ إلى بعيد يَتَجَهَّمُنِى ؟ أم إلى عدو ملكته أمري ؟ إن لم يكن بك عليّ غضب فلا أبالي، ولكن عافيتك هي أوسع لي، أعوذ بنور وجهك الذي أشرقت له الظلمات، وصلح عليه أمر الدنيا والآخرة من أن تنزل بي غضبك، أو يحل علي سَخَطُك، لك العُتْبَى حتى ترضى، ولا حول ولا قوة إلا بك
Artinya: “Ya Allah, hanya kepada-Mu kuadukan kelemahanku, ketidakberdayaanku, dan kehinaanku di mata manusia. Wahai Dzat Yang Maha Pengasih di antara para pengasih, Engkau adalah Tuhan orang-orang yang lemah dan Engkau adalah Tuhanku. Kepada siapakah akan Kauserahkan diriku? Kepada orang-orang asing yang bermuka masam kepadaku, ataukah kepada musuh yang akan menguasai urusanku? Aku tidak peduli asalkan Engkau tidak murka kepadaku, sebab amat luas afiat-Mu bagiku. Aku berlindung dengan cahaya Dzat-Mu yang menyinari kegelapan dan memperbaiki urusan dunia dan akhirat, dari amarah yang akan Kauturunkan atau murka yang akan Kautimpakan kepadaku. Engkaulah yang berhak menegurku sampai Engkau ridha. Tiada daya dan kekuatan kecuali atas perkenan-Mu.”
Melihat dua orang yang kelelaham dan terluka, pemilik kebun yang masih keturunan Abd Syams salah satu kabilah Quraysh itu tersentuh dan iba. Ia perintahkan pelayannya yang bernama Addas untuk membawakan senampan anggur untuk mereka.
Rasulullah menerima sajian itu dengan bahagia. Sebelum makan, ia ucapkan basmalah. Mendengar ucapan basmalah itu, Addas kaget, “Sungguh ucapanmu barusan tak pernah diucapkan oleh penduduk negeri ini”.
Rasulullah lalu bertanya dari negeri manakah Addas berasal. Ternyata Addas adalah seorang Nasrani berasar dari sebuah negeri bernama Ninawa. Mendengar itu Rasulullah langsung menimpali, “Ninawa adalah tempat lahirnya Yunus bin Matta”
Addas semakin kaget, ternyata pria di hadapannya mengenal Ninawa dan Yunus bin Matta, “Apa yang Tuan ketahui tentang Yunus bin Matta?”
“Dia adalah seorang nabi, aku juga seorang nabi”
Mendengar jawaban nabi, Addas langsung bersimpuh di hadapan Nabi dan bersyahadat.
Perjalanan dakwah Nabi ke Thaif memang belum berhasil mengislamkan penduduk Thaif, tapi setidaknya berhasil mengislamkan seorang pelayan bernama Addas.
Di perjalanan pulang, di sebuah tempat bernama Qarnul Manazil, Malaikat Jibril bersama Malakul Jabal, malaikat yang menjaga gunung menemui Rasulullah dan memberikan sebuah tawaran. “Wahai Rasulullah, jika engkau mau, malalkul jabal bisa menimpakan gunung untuk membinasakan penduduk Thaif yang sudah menyakiti dan mengusirmu.”
Tetapi Rasulullah menolak tawaran itu. Penduduk Thaif menolak dakwah Rasulullah, karena mereka belum memahami. Beliau juga yakin, jika mereka hari ini belum terbuka hatinya, mungkin anak cucu mereka suatu hari nanti akan memeluk Islam.
Harapan Rasulullah memang terbukti. Pasca futuh Mekah, satu persatu suku di jazirah Arab memeluk Islam, termasuk Bani Tsaqif penduduk Thaif.
Sikap kasar dan pengusiran yang Rasulullah balas dengan welas asih dan doa kebaikan menjadi jalan hidayah bagi penduduk Thaif.
Catatan:
Di pagi hari bulan Dzul Hijjah, saya napak tilas perjalanan nabi ke Thaif. Tapu naik bis bukan jalan kaki 😇 Salah satu tempat yang ingin dikunjungi adalah Masjid Addas, tempat nabi beristirahat dan bertemu Addas. Tapi sayang lokasi itu dijaga polisi, dan tidak tersedia tempat parkir.