YOGYAKARTA — Kata “kiblat” berasal dari kata Arab al-qiblah yang secara harfiah berarti arah (al-jihah). Arah kiblat adalah ke arah Ka’bah di Masjidil Haram di Mekkah, Arab Saudi.
Ka’bah adalah bangunan suci bagi umat Islam yang terletak di tengah-tengah Masjidil Haram di Mekkah. Karenanya Ka’bah disebut sebagai kiblat karena ia menjadi arah yang kepadanya orang harus menghadap dalam mengerjakan salat.
Menurut Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Rahmadi Wibowo Suwarno dalam kajian yang diselenggarakan Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan pada Sabtu (24/12/2022), kiblat secara ilmu falak ialah arah yang ditunjukkan oleh busur lingkaran besar pada permukaan bumi yang menghubungkan tempat salat dengan Ka’bah.
Dengan demikian, Penentuan arah kiblat pada hakikatnya adalah menentukan posisi Kakbah dari suatu tempat di permukaan bumi, atau sebaliknya.
Menurut Rahmadi, metode yang sering digunakan dalam pengukuran arah kiblat ada tiga macam, yakni: pertama, memanfaatkan bayang-bayang kiblat. Langkah yang perlu ditempuh, yaitu: (a) menghitung sudut arah kiblat suatu tempat, (b) menghitung saat kapan matahari membuat bayang-bayang setiap benda (tegak) mengarah persis ke Kakbah, dan (c) mengamati bayang-bayang benda tegak pada saat seperti dimaksud poin (b). Kemudian mengabadikan bayang-bayang tersebut sebagai arah kiblat.
Kedua, memanfaatkan arah utara geografis (true north). Langkah yang perlu ditempuh, yaitu: (a) menghitung sudut arah kiblat suatu tempat, (b) menentukan arah utara geografis (baca : true north) dengan bantuan kompas, tongkat istiwa’ atau teodolit, dan (c) mengukur/ menarik arah kiblat berdasarkan arah geografis seperti dimaksud pada poin (b) dengan menggunakan busur derajat, rubu’, segitiga, atau teodolit.
Data yang dibutuhkan dalam proses perhitungan arah kiblat, antara lain: lintang tempat (φ), bujur tempat (λ), lintang Kakbah (φk) dan bujur Kakbah (λk). Untuk lintang dan bujur tempat telah tersedia. Hanya saja daftar tersebut perlu diverifikasi dengan alat kontemporer.
Ketiga, mengamati/memperhatikan ketika matahari tepat berada di atas Ka’bah. Metode ketiga ini dapat dilakukan, tanpa harus mengetahui koordinat (lintang dan bujur) tempat yang akan dicari arah kiblatnya, tetapi cukup menunggu kapan saatnya posisi matahari tepat berada di atas Kakbah.
Posisi matahari tepat berada di atas Kakbah akan terjadi ketika lintang Kakbah sama dengan deklinasi matahari, pada saat itu matahari berkulminasi tepat di atas Kakbah. Kesempatan tersebut datang pada setiap tanggal 28 Mei (Kadang-kadang terjadi pada tanggal 27 Mei untuk tahun kabisat) pukul 12.18 waktu Mekah atau 09.18 UT dan tanggal 16 Juli (tahun pendek) atau 15 Juli (tahun kabisat) pukul 12.27 waktu Mekah atau 09.27 UT.
Bila waktu Mekah dikonversi menjadi waktu Indonesia Barat (WIB) maka harus ditambah dengan 4 jam sama dengan pukul 16.18 WIB dan 16.27 WIB.10 Oleh karena itu, setiap tanggal 28 Mei (untuk tahun pendek) atau 27 Mei (untuk tahun kabisat) pukul 16.18 WIB arah kiblat dapat dicek dengan mengandalkan bayangan matahari yang tengah berada di atas Kakbah.
Begitu pula setiap tanggal 16 Juli (untuk tahun pendek) atau 15 Juli (untuk tahun kabisat) juga dapat dilakukan pengecekan arah kiblat dengan metode tersebut.
Dalam praktiknya, tidak perlu langkah yang rumit untuk menentukan arah kiblat berdasar jatuhnya bayangan benda yang disinari matahari. Pengamat (observer) cukup menggunakan tongkat atau benda lain sejenis untuk diletakkan di tempat yang memperoleh cahaya matahari.
Permukaan yang akan ditempati bayangan harus datar dan rata. Cahaya matahari yang menyinari benda tersebut akan menghasilkan bayangan. Arah bayangan ini merupakan arah kiblat.***