JAKARTA – Terungkapnya fenomena gunung es terkait banyaknya aparat sipil negara yang hidup bermewah-mewahan dengan jumlah kekayaan tak wajar, memantik keprihatinan banyak pihak.
Menurut Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Dadang Kahmad, negara perlu bergerak cepat untuk mengusut fenomena ini secara jernih dan transparan.
“Biasanya pejabat itu kan gajinya terbatas. Seorang pejabat negara itu tidak mungkin hartanya milyaran, triliunan. Maka ketika dia mempunyai kekayaan yang nilainya sangat luar biasa, 100 M, 200 M, itu perlu dipertanyakan darimana dapat uang itu. Kalau hibah, warisan, bisnis, maka itu hibah, warisan, dan bisnis apa? harus jelas,” sebutnya.
Dalam Catatan Akhir Pekan TvMu, Senin (13/3/2023), Dadang lantas menekankan pentingnya audit dari otoritas berwenang sekaligus melaporkan hasil audit tersebut kepada masyarakat. Asas curiga, kata dia diperlukan dalam hal ini.
“Di Indonesia, gaji (pejabat dan aparat sipil) itu tidak besar, tunjangannya juga. Oleh karena itu ketika pejabat punya harta tinggi dan dipamerkan, itu kan jadi pertanyaan uangnya darimana,” tanyanya.
Guru Besar UIN Sunan Gunung Djati ini berharap pemerintah tertib dalam mengelola amanah. Kepada pejabat, dia juga menekankan pentingnya menjaga amanah. Apalagi di dunia digital seperti sekarang, tidak ada satu hal pun yang bisa disembunyikan dari publik.
“Kepada pemerintah, yang punya wewenang mengontrol, termasuk para pejabat. Silahkan gunakan kekuasaan untuk mengontrol. Jangan sampai nanti korupsi merajalela, dibiarkan dan kita menjadi negara terkorup di dunia. Kan malu. Indeks korupsi kita makin lama makin tinggi. Gunakan kekuasaan itu untuk mengarahkan masyarakat pada kehidupan yang lebih baik sesuai aturan dan hukum negara,” pesannya.
“Apalagi seorang pejabat, maka menjaga amanah itu harus diperhatikan. Hifzul amanah. Tapi ya sekarang, (menjaga amanah) tidak lagi menjadi kehidupan mereka. Mereka terbawa oleh gelombang arus kemewahan, konsumerisme, dan tantangan dunia yang di quran disebut la’ibun wa lahwun (permainan dan kesia-siaan),” kritiknya.
Pejabat Tempo Dulu vs Zaman Now
Gaya hidup hedonis para pejabat yang terungkap belakangan ini mengprihatinkan banyak pihak. Pasalnya, gaya hidup sekaligus kekayaan yang dimiliki tersebut tidak sebanding dengan profesi yang dia jalani.
Menurut Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Dadang Kahmad, fenomena ini berbanding terbalik dengan keteladanan hidup dari para pendiri bangsa seperti Sjahrir, Haji Agus Salim, dan berbagai tokoh lainnya, termasuk Ir. Sutami yang digelari sebagai menteri termiskin dalam sejarah Indonesia.
“Di pemerintahan Indonesia, dulu ada Haji Agus Salim, Perdana Menteri Sjahrir, lalu ada Ir. Sutami dan lain-lain yang ketika menjabat menahan diri dan tidak kemaruk, karena mereka tahu kekeyaaan yang mereka peroleh dengan jalan yang tidak benar, itu akan membahayakan dirinya, kesehatannya, maupun kehormatannya,” jelas Dadang.
Dadang juga mencontohkan keteladanan dari para sahabat Nabi yang kaya raya seperti Umar ibn Khattab dan Ustman ibn Affan yang tetap tampil sederhana ketika menjabat sebagai gubernur maupun khilafah.
“Mereka mengutamakan amanah. Ustman dan Umar meskipun kaya raya tetap berpenampilan sederhana, begitu juga Ali bin Abi Thalib,” ujarnya.
Pamer kekayaan menurutnya juga tak layak dilakukan mengingat di Indonesia, jurang pemisah antara orang miskin dan orang kaya masih menganga begitu lebar.
“Kita tahu di negara ini macam-macam (ekonominya), ada yang miskin sekali, sementara itu ada yang mengekspos kehidupan super mewah. Itu membuat orang sakit hatinya. Oleh karena itu yang perlu digarisbawahi adalah sikap empati untuk tidak ekpresif mengumbar ekspresi, kemauan, dan syahwat sehingga melahirkan ketidakenakan di pihak lain,” kata Dadang.
“Oleh karena itu para pejabat yang tahu hal itu mereka menahan diri utk tdk melakukan hal-hal yang dilarang oleh negara maupun oleh agama. Perlu kesadaran semua pihak untuk mengerem. Jangan berlebih-lebihan dalam hidup,” imbuhnya.
Tak lupa, Dadang berpesan kepada para aghniya’ atau orang-orang yang sejahtera di kalangan Persyarikatan untuk terus menampilkan keteladanan.
“Muhammadiyah kan organisasi Islam dan dakwah amar makruf nahi munkar, bukan kekayaan dan bermewah ria, sehingga orang Muhammadiyah cenderung hidup sederhana. Kita ingin meniru kanjeng Nabi Muhammad Saw. Meniru orang-orang salafus saleh, para sahabat, tabiin, dan para ulama yang zuhud untuk tidak hidup berlebih-lebihan,” pungkasnya.
Pamer di Medsos
Sesuai tuntunan agama Islam, kaum muslimin ditekankan untuk hidup secara seimbang, sederhana dan arif. Menurut Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Dadang Kahmad, sedikitnya ada tiga panduan bagi orang yang memiliki harta.
Pertama, adalah tidak berlaku israf atau berlebih-lebihan. Dadang lalu mengutip Surat Al-A’raf ayat 31 tentang larangan Allah untuk tidak berlaku israf dalam hal apapun termasuk dalam penggunaan harta.
“Ketika kaya, (harta) itu tidak dihambur-hamburkan dan tidak dipamerkan sehingga membuat orang jadi panas hati. Orang miskin pun harus menahan diri untuk tidak merampas harta milik orang lain,” tuturnya. Dadang lantas mengutip Surat Al Isra ayat 27 yang menyatakan bahwa orang yang berlaku mubazir adalah kawan setan.
Kedua, hal yang diperlukan ketika memiliki harta adalah menahan diri (imsak) untuk mengekspresikan keadaan ekonominya. Menurut Dadang, perintah untuk menahan diri ini berlaku baik ketika kaya maupun ketika miskin.
“Kita dilatih untuk menahan diri. Kalau nafsu kita diekspresikan, dituruti, maka itu akan menjadi bumerang bagi diri kita,” ungkapnya.
Ketiga, adalah disiplin dalam membelanjakan harta yang dimiliki itu agar tidak digunakan pada hal-hal yang dilarang Allah Swt.
“Oleh karena itu berhati-hatilah menggunakan harta kita karena di akhirat nanti akan ditanya darimana diperoleh dan kemana digunakan harta itu. Dan itu berat. Karena harta akan menjadi beban di akhirat, apalagi kalau harta itu diperoleh bukan dengan cara yang halal dan tidak digunakan dengan cara yang baik. Kita menyesalnya nanti. Kalau sekarang masih muda, di masa tua nanti akan terasa. Kalau sekarang masih hidup, nanti setelah mati akan terasa,” pesannya.
Terkait fenomena orang kaya maupun pejabat yang gemar pamer harta, menurut Dadang hal tersebut bukanlah kepatutan. Apalagi jika dikaitkan dengan konteks Indonesia yang mana didominasi oleh masyarakat miskin dan pekerja informal yang terperangkap dalam kemiskinan struktural.
Ancaman Islam untuk tidak pamer kekayaan menurut Dadang disampaikan Islam melalui Surat Al-Humazah. Selain itu, Surat Al-Munafiqun ayat 10 juga menyiratkan pesan untuk membelanjakan harta di jalan yang benar.
“Jadi ini perintah Allah untuk menggunakan sebaik-baiknya harta dan rezeki yang dberikan Allah kepada kita dengan cara membelanjakannya ke arah yang lebih baik, bagus-bagus kalau digunakan untuk amal jariyah. Dan tolonglah saudara kita yang kekurangan agar mereka merasakan nikmat sehingga mereka ikut bersyukur dan tetap dalam iman,” pungkasnya. ***(afn)