JAKARTA – Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu’ti apresiasi pesantren di masa sekarang sudah berhasil bangkit dari stigma lembaga pendidikan 3K; akronim dari kumuh, kotor, dan kudis.
Bahkan lembaga pendidikan pesantren sekarang tidak lagi hanya sebagai wadah belajar anak-anak dari keluarga kelas bawah atau low income society. Lembaga pesantren juga dipercaya keluarga kelas menengah untuk mendidik anak-anaknya.
“Ia (pesantren) telah menjadi pilihan bagi kelompok kelas menengah, di mana rata-rata mereka adalah kaum muda, kaya, intelek, dan dermawan yang secara ekonomi menengah ke atas,” kata Abdul Mu’ti (4/11/2023) di Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Dalam forum Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh Lembaga Pengembangan Pesantren PP Muhammadiyah (LP2 PPM), Mu’ti berpesan supaya pesantren-pesantren milik Muhammadiyah untuk menangkap peluang tersebut.
Guru Besar Bidang Pendidikan Agama Islam ini menekankan, supaya konsep pesantren Muhammadiyah Boarding School (MBS) untuk dikembangkan menjadi alternatif bentuk pesantren Muhammadiyah, yang direplikasi di wilayah, daerah, bahkan cabang dan ranting.
Oleh karena itu, dia meminta supaya dikonseptualisasikan ciri khas yang dimiliki MBS dan tidak ditemukan di lembaga pendidikan pesantren yang lain. Hal itu untuk menarik perhatian publik, sehingga berkenan menitipkan anaknya di MBS.
“Untuk itu MBS harus punya ciri khas keilmuan sebagai PesantrenMu, baik dalam ilmu kebahasaan, maupun teologi, dan fikih,” imbuhnya.
Sementara itu, Ketua LP2 PP Muhammadiyah, Maskuri menyampaikan santri di pesantren Muhammadiyah tidak sekadar mendalami ilmu keagamaan. Tapi juga akan dibekali keterampilan seperti komunikasi, kolaborasi, kreatif, dan cara berpikir kritis.
Sedangkan untuk tujuan diadakannya Seminar Nasional ini, Maskuri menyampaikan, tujuannya adalah mengidentifikasi peran santri Muhammadiyah dalam membangun peradaban berkemajuan, dan merumuskan langkah strategis pengembangan pesantren Muhammadiyah.***(MHMD)