JAKARTA -- Dari semua rangkaian kajian dan dialog mengenai Muhammadiyah di masa depan, agaknya masih minim yang membahas mengenai masa depan generasi Z Muhammadiyah.
Ulasan ini mengisi kekosongan perbincangan tersebut, tentu dengan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis.
Siapa Generasi Z Muhammadiyah? Manheim (1952) memaknai generasi sebagai konstruksi sosial yang di dalamnya terdapat sekelompok orang yang memiliki kesamaan umur serta pengalaman historis yang sama.
Pengelompokkan tersebut dibutuhkan untuk menganalisis perbedaan karakteristik dan tantangan tiap-tiap generasi.
Salah satu generasi yang kini mengisi babak baru kehidupan manusia ialah generasi Z. Di Indonesia, generasi ini adalah angkatan muda dengan proporsi penduduk paling banyak jika ditinjau dari sensus penduduk 2020, yakni sekitar 27% dari total penduduk Indonesia (BPS, 2021).
Masyarakat yang termasuk dalam generasi ini ialah mereka yang lahir di rentang tahun 1997-2012 atau kini sedang berumur 10-25 tahun. Lazimnya, angkatan muda tersebut kini sedang bersekolah dan memulai karirnya.
Di batang tubuh Muhammadiyah, generasi Z kini sedang mengisi Organisasi Otonom (Ortom), utamanya Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) dan Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM). Mereka juga melanjutkan pendidikan di lembaga pendidikan menengah dan Universitas. Lainnya sedang meniti karir.
Karakteristik dan Tantangan Generasi Z
Tiap-tiap generasi punya keunikannya masing-masing, demikian jua dengan generasi Z, kelompok ini memiliki keunikan, harapan, dan tantangannya sendiri. Secara sosiologis, tantangan utama generasi Z adalah problem relasional, generasi Z adalah kelompok generasi yang berkomunikasi secara cair dan terbuka.
Komunikasi yang terbuka itu kerap membuat mereka mampu berkomunikasi aktif di luar lingkungan tempat tinggalnya namun kerap abai dengan situasi di lingkungan sekitar tempat tinggalnya, arus dunia digital dan media sosial membantu mereka berselancar lebih luas. Hal lain yang menjadi tantangan sosiologis generasi Z ialah mengenai profesi mereka. Generasi Z gemar bekerja tanpa gelar kesarjanaan.
Dalam suasana kompetisi yang padat, mereka dituntut untuk bertanding, ruang sosiologis generasi Z sarat akan pertarungan dan pertaruhan. Pada saat yang sama, generasi Z juga mendapatkan tantangan berupa kebudayaan, ihwal bagaimana mereka memegang nilai-nilai.
Secara psikologis, generasi Z mendapatkan tantangan berupa kecemasan dan rasa takut yang berlebihan seraya itu juga emosi yang tidak stabil, generasi ini mudah lelah sebagai akibat dari kompetisi yang sesak, interaksi mereka di dunia digital turut berpengaruh pada kondisi psikologisnya.
Secara ekonomi, generasi Z adalah angkatan kerja yang kreatif, dinamis, dan mampu berpikir terbuka mengenai nasib ekonomi mereka sendiri. Kelompok generasi ini lebih memilih pekerjaan lepas daripada pekerjaan-pekerjaan tradisional, lazimnya hal ini terjadi sebab para pekerja lepas lebih banyak dapat menikmati kebebasan.
Secara politik, Generasi Z memiliki habitus politik yang unik, banyak yang mengira generasi ini apolitis, tapi asumsi itu patut diragukan, massifnya gerakan politik mereka, utamanya di media sosial menjadi penanda mereka sesunguhnya tidak apolitis. Mereka justru memiliki pengaruh yang besar untuk memobilisasi arah kebijakan publik. Meski demikian, generasi Z tersebut rawan dipolitisasi oleh pihak tertentu di media sosial.
Secara ideologis, arus teknologi dan globalisasi membuat generasi ini dapat mengenal ideologi-ideologi secara terbuka. keterbukaan itu membuat mereka rawan berpindah-pindah haluan ideologis.
Situasi juga kerap membuat generasi Z rawan mengalami peluruhan ideologis. Secara keagamaan, generasi Z mendapatkan banyak pengetahuan agama melalui internet dan media sosial, informasi yang pada itu membuat generasi ini kerap tidak mampu membedakan informasi agama yang benar atau salah.
Menakar Masa Depan Generasi Z Muhammadiyah
Tumpahan generasi Z yang kini berjibun di Muhammadiyah patut mendapatkan perhatian. Jangan sampai sibuk mengakomidir kepentingan-kepentingan kaum tua dan abai pada hajat generasi Z yang justru memiliki masa depan yang lebih panjang.
Generasi Z yang kini mengisi Ortom (IMM & IPM) juga menurut hemat penulis berkepentingan untuk bersuara, menyalurkan pendapat, merumuskan rekomendasi yang tepat untuk muktamar mendatang.
Ada beberapa rekomendasi penulis untuk Muktamar mendatang, utamanya sebagai pertimbangan bagi pimpinan Muhammadiyah yang terpilih:
Pertama, Pimpinan Pusat Muhammadiyah harus mampu menganalisis situasi dan kondisi generasi Z dan merumuskan kebijakan partisipatif, melibatkan kaum muda, utamanya dalam merumuskan kebijakan-kebijakan organisasi.
Keputusan-keputusan di tingkat Pimpinan Pusat seyogyanya turut menimbang gagasan kaum muda generasi Z, kaum muda IMM dan IPM kini harus lebih aktif dilibatkan dalam mengurai masalah-masalah krusial persyarikatan, seraya itu juga melibatkan mereka dalam merumuskan solusi.
Kedua, dalam agenda dakwah Islam, Pimpinan Pusat harus terampil dalam membungkus dakwah. Islam harus ditampilkan secara rasional, terbuka, dan inklusif.
Sebagai subyek dakwah, generasi Z harus dilibatkan secara aktif untuk membahasakan agama yang sesuai dengan karakteristik generasi mereka.
Ketiga, ideologi Muhammadiyah harus diterjemahkan secara rasional dan terbuka, dengan bahasa yang mudah dipahami publik. Lebih dari itu, ideologi Muhammadiyah harus menjadi pemahaman objetif di ruang publik.
Keempat, Pimpinan Pusat Muhammadiyah berkepentingan untuk melibatkan generasi Z sebagai subyek ekonomi, utamanya dalam rangka membesarkan Amal Usaha Muhammadiyah, termasuk dalam upaya membimbing mereka membangun kemandirian ekonomi.
Dalam kepentingan ini, PP Muhammadiyah mesti memiliki rumusan startegis mengenai relasi Ortom sebagai lembaga perkaderan dan AUM sebagai orientasi pengembangan ekonomi.
Ortom harus mampu membangun kader yang militan juga profesional, pada saat yang bersamaan, AUM juga berkepentingan untuk menyerap mereka sebagai pengelola yang secara profesional terlibat mengembangkan AUM.
Kelima, angkatan muda generasi Z Muhammadiyah harus memiliki agenda startegis diaspora politik kenegaraan, utamanya dalam upaya merumuskan kebijakan publik.
Pada saat yang sama, generasi Z tersebut juga harus membahasakan persoalan-persoalan startegis kerakyatan. Jangan sampai sibuk pada mobilisasi politik lantas abai pada persoalan kerakyatan yang real.***
Penulis: Muh Akmal Ahsan
Editor: Yahya FR
Sumber: ibTimes.id