BANDUNG – Ketua Badan Pembina Harian UM Bandung Dadang Kahmad mengatakan bahwa tantangan ke depan tidak lagi soal perbedaan dalam beragama. Namun, revolusi industri dan kemajuan teknologilah yang menjadi tantangan berat yang harus dihadapi bangsa Indonesia.
“Dengan melalui telepon pintar, semua hal yang berkaitan dengan kehidupan bisa berubah, termasuk pola pikir, sikap perilaku, bahkan juga pola ekonomi,” ujar Dadang saat mengisi tausiah silaturahmi Muhammadiyah Jawa Barat di Auditorium Masjid Raya Mujahidin, Jalan Sancang Nomor 6, Bandung, Kamis (09/05/2024) lalu.
Dadang bercerita bahwa saat ini masyarakat tidak banyak memilih belanja kebutuhan secara offline. Cukup belanja melalui online. Termasuk ketika konsultasi kesehatan, tidak perlu datang ke rumah sakit, cukup menggunakan telepon pintar, kecuali darurat. Ke depan, sekolah juga kemungkinan akan banyak menggunakan sistem online atau digital.
Di samping itu, kata Dadang, masyarakat Indonesia juga harus khawatir akan masuknya ideologi asing ke Indonesia yang sangat susah difilter, termasuk oleh pemerintah.
“Saat ini kita itu menganut open sky atau langit terbuka. Tidak ada yang sensor satu pun. Pemerintah juga tidak mampu menyensor. Siapa yang bisa menyensor masuk ke sini ideologi LGBT, sekularisme, feminisme, materialisme, termasuk ateisme. Mereka bisa bebas masuk ke sini,” imbuh Dadang.
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini mewanti-wanti agar warga Muhammadiyah dan umat Islam umumnya untuk bersiap-siap menghadapi kondisi yang seperti itu. Semua itu adalah keniscayaan yang tidak bisa dihindari lagi.
Dadang juga menyoroti soal kondisi masyarakat saat ini dirasuki kehampaan dalam beragama. Banyak orang beragama, pintar dalam ilmu agama, tetapi tidak masuk ke dalam hati. Akhirnya, mereka terjebak kasus korupsi dan mendekan di lembaga pemasyarakatan.
“Ini juga hal yang harus kita khawatirkan. Kita khawatir keberagamaan kita hampa. Tidak masuk ke dalam hati. Tidak menjadi kepribadian. Berilmu tinggi tetapi tidak masuk ke hati. Itulah tantangan kita ke depan, termasuk bagi Muhammadiyah,” ujar Dadang.
Pimpinan Pusat Muhammadiyah juga kata Dadang sampai mengeluarkan pernyataan atau maklumat yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat strategis keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan semesta guna merespons itu semua.
Hal yang disoroti lainnya oleh Dadang adalah soal perubahan yang sangat luar biasa saat ini. Bahkan diprediksi panas di Jawa Barat tahun ini akan mencapai hingga 37 derajat. Bahkan di kota-kota lain di Indonesia akan lebih dari itu.
Semua itu terjadi, lanjut Dadang, karena terjadi kerusakan lingkungan di mana-mana. Misalnya, penggalian tambang yang sewenang-wenang, pasir laut dieksploitasi, eksplorasi alam sedemikian rupa, dan membuat hutan menjadi hancur.
“Tidak ada lagi penyaring sehingga menyebabkan tempat tinggal kita sekarang ini terasa begitu panas. Oleh karena itu, dalam milad 111 tahun Muhammadiyah yang kemarin itu temanya adalah ikhtiar menyelamatkan semesta. Muhammadiyah ini berkontribusi untuk menyelamatkan bumi agar jangan sampai rusak, minimal tidak membuang sampah sembarangan,” ucap Dadang.
Lebih jauh, guru besar sosiologi agama UIN Sunan Gunung Djati Bandung ini mewanti-wanti agar bangsa Indonesia ke depan bersiap untuk menghadapi kemungkinan kekurangan pangan akibat kegagalan panen. Kekurangan pangan ini, kata Dadang, akan terjadi di seluruh dunia.
Tantangan selanjutnya adalah keacuhan masyarakat terhadap fenomena banyaknya kejahatan yang terjadi. Termasuk kejahatan dan perang yang terjadi di berbagai belahan dunia yang saat ini sedang berlangsung.
“Saat ini, siapa yang mampu mencegah kejahatan Israel terhadap rakyat Palestina? Siapa yang mampu menghentikan itu? Kenyataannya tidak ada. Padahal, itu adalah kejahatan yang sangat luar biasa. Siapa juga yang mampu menghentikan Rusia menghancurkan Ukraina? Tidak ada,” kata Dadang.
Oleh karena itu, ucap Dadang, silaturahmi keluarga besar Muhammadiyah Jawa Barat yang banyak mengundang ormas Islam ini merupakan momen yang sangat tepat untuk merajut kebersamaan. Momen yang bagus untuk silih asah, silih asah, silih asih, termasuk silih simbeuh ku kadeudeuh (saling mencintai).***(FA)