Iklan

Iklan

,

Iklan

Qomarun, Dosen UMS Hadirkan Hunian Hijau di Gang Senggol

Redaksi
Jumat, 14 Juni 2024, 10:30 WIB Last Updated 2024-06-14T05:41:32Z


SURAKARTA --
Di tengah himpitan bangunan perumahan yang padat, sebuah rumah di tepi barat Kota Surakarta mampu menghasilkan bahan pangan dan energi alternatif.


Siapa sangka hunian di tengah gang sempit, mampu menghasilkan sumber pangan sekaligus energi listrik sendiri? Berbekal pengalaman sepuluh tahun berkarier sebagai arsitek di salah satu perusahaan arsitek nasional, dosen Arsitektur Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Dr. Ir. Qomarun, M.M., menghadirkan hunian hijau bernama Rumah MAPAN, singkatan dari Mandiri Pangan dan Energi.


Usai membuat janji temu, kami bergegas menuju kediaman Qomarun di kawasan Karangasem, Laweyan, Surakarta, Provinsi Jawa Tengah. Matahari lingsir di barat saat kami menjejakkan kaki di muka Rumah MAPAN. 


Balutan tanaman rambat membuat bangunan tiga lantai tersebut tampak rimbun dan asri. Saat memasuki area pekarangan, hawa panas yang membelenggu Kota Solo sore itu seolah enggan membuntuti kami memasuki rumah tersebut. Pandangan kami menyapu setiap sudut rumah. Di antara tanaman yang merambat, muncullah Qomarun yang ramah menyambut kami. 


Sambil mengenakan syal kesayangannya, dia mengajak kami berkeliling sekaligus mengenalkan seisi rumahnya kepada kami. Raut wajahnya tampak bersemangat kala menjelaskan setiap sudut rumahnya.


“Ini tanaman sirih-sirihan,” ujar doktor arsitektur dari Universitas Gadjah Mada itu sambil menunjuk deretan tanaman rambat di dindingnya, Selasa (28/5/2024). 


Usai berkeliling, pria 55 tahun itu mengajak kami duduk di teras rumah. Kicauan burung dan gemericik air kolam mengalun merdu. Dia memaparkan setiap lantai Rumah MAPAN seluas 42 meter persegi tersebut mempunyai fungsi yang berbeda. Lantai pertama berfungsi sebagai kantor, lantai kedua berfungsi sebagai rumah, dan lantai ketiga berfungsi sebagai penginapan atau homestay. 


Rumah MAPAN menghadirkan kemandirian pangan dan energi di tengah pemukiman padat dengan lahan terbatas. Kemandirian pangan diperoleh dari fasilitas akuaponik dan kolam ikan. Sedangkan kemandirian energi diperoleh dari atap panel surya. 


Kesadaran Qomarun untuk membangun arsitektur hijau muncul sejak 2006. Ia lalu mencoba mengimplementasikan konsep arsitektur hijau saat dirinya membeli sebidang tanah seluas 112 meter persegi pada tahun 2008. “Saat itu, harga per meternya Rp500 ribu. Total harga tanahnya sekitar Rp50 jutaan,” terang pria kelahiran tahun 1969 itu.


Selanjutnya, dia menyusun rancang bangun rumahnya. Ia juga harus merogoh kocek kurang lebih sebesar Rp3 juta untuk mengurus Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Dua tahun berikutnya, pada tahun 2010, dia mulai membangun rumah satu lantai di lahan tersebut.


“Namanya rumah tumbuh, dibangun satu lantai demi satu lantai. Tidak seperti rumah biasa yang langsung blek jadi rumah,” ungkap pria asal Sukoharjo, Jawa Tengah itu.


Memasuki tahun 2012, bersamaan dengan rampungnya pembangunan rumah, Qomarun tengah memikirkan bagaimana cara membuat ruangan menjadi sejuk tanpa perlu memasang AC. Karena berdasar pengalamannya saat tinggal di kawasan Fajar Indah, pemakaian AC membuat biaya listrik di rumahnya membengkak.


Di tahun yang sama, ia prihatin dengan pemanasan global yang melanda dunia. Keprihatinannya disebabkan kurangnya perhatian khusus masyarakat Indonesia terhadap isu pemanasan global. Hal itu mendorongnya untuk menyempurnakan rumah “hijau”-nya. Barulah pada tahun 2014, Qomarun merintis Rumah MAPAN yang memakan waktu lima tahun.


Mula-mula dia memasang instalasi akuaponik sebagai media tanam. Akuaponik adalah teknik penanaman yang menggabungkan akuakultur atau budidaya ikan dengan hidroponik. Air dari kolam yang mengandung hasil ekskresi ikan, dialirkan melalui pipa dan diserap tumbuhan. 


Mengutip Hydronov,  hasil ekskresi ikan adalah amonia yang diubah menjadi nitrat oleh bakteri. Nitrat berfungsi sebagai nutrisi bagi tanaman. Di sisi lain, air yang kembali ke dalam kolam menjadi lebih bersih karena akar tanaman menyaring kotoran dari kolam. 


Jenis tumbuhan yang ia tanam menggunakan akuaponik antara lain kangkung, selada air, pegagan, daun mint, dan kemangi.


Rumahnya semakin lengkap dengan taman vertikal. Qomarun menanam tanaman rambat dan berbagai jenis tanaman dalam pot lainnya. Beberapa jenis tanaman tersebut adalah sirih marble, sirih merah, hingga janda bolong.


Seolah tak pernah kehabisan ide, Qomarun juga memanfaatkan sisa lahan di rumahnya untuk menanam tumbuhan sumber karbohidrat buah-buahan dengan media tanam tanah yang dimasukkan ke dalam polybag atau langsung ditanam di pekarangan rumah. Tumbuhan tersebut antara lain singkong, ubi jalar, anggur, cabai, pohon pandan, dan stroberi. “Tumbuhan tersebut membutuhkan nutrisi lebih banyak yang bisa didapat dari tanah,” kata dia sambil menunjuk sebidang lahan yang digunakan untuk bercocok tanam. 


Qomarun lalu memasang panel surya sebagai tambahan suplai listrik rumah tangga pada tahun 2017. Kapasitasnya sebesar 1.600 watt peak (wp). Meskipun telah menggunakan panel surya, dirinya tak lantas memutus aliran listrik PLN berdaya 2.200 watt. Aliran tersebut masih digunakan untuk perkakas listrik di lantai dua dan lantai tiga. 


“Karena aturan saat itu, kapasitas watt panel surya tidak boleh lebih dari kapasitas listrik PLN,” terang pendiri Studio KRATON (Kreasi Arsitektur dan Kota Madani) itu.


Panel surya tersebut digunakan mulai pukul 8 pagi hingga 3 sore. Listrik yang dihasilkan berkisar 400 watt sampai 600 watt. Hasilnya digunakan untuk menyalakan pompa air, lampu ruangan, dan perkakas listrik di lantai dasar rumah.


Dirinya kemudian mengajak kami memasuki area lantai dasar. Qomarun menyulap lantai dasar rumahnya menjadi kolam ikan sekaligus ruang kantor dan perpustakaan. Bagian atas kolam ditutup terali besi dan alas karet untuk berpijak.


Dia membudidayakan ikan air tawar, seperti ikan lele, ikan patin, dan ikan guram. Masing-masing ikan mempunyai kolam sendiri. “Dipisah-pisah kolamnya supaya ikan-ikannya tidak saling menyerang,” jelas Qomarun sambil menebar pelet ikan. 


Qomarun memilih ikan yang dapat hidup dalam kondisi ekstrem. Misalnya ikan lele yang dapat hidup di medan ekstrem seperti kolam berlumpur dan gelap. Ia beralasan, cahaya matahari sulit menembus area kolam sehingga hanya mengandalkan penerangan dari lampu. . 


“Ikan yang saya pilih bukan ikan yang bersisik. Dulu pernah pelihara ikan mas. Tapi karena tidak mendapat sinar matahari yang cukup, ikannya mati,” kenang pria yang hobi berenang itu.


Rumah MAPAN akhirnya rampung pada tahun 2019. Berkat penerapan arsitektur hijau di rumah Qomarun, suhu ruangan dapat turun mencapai rata-rata 26-27 derajat Celsius di siang hari. Angka tersebut relatif lebih rendah dibanding suhu rata-rata siang hari Kota Surakarta sebesar 30-32,5 derajat Celsius.


Kecepatan angin di dalam ruangan sebesar 0,2-0,5 meter per detik, berbanding kecepatan angin di luar rumah sebesar 2-3 meter per detik. Qomarun juga mengukur kadar kelembaban di dalam rumah. Hasilnya, kelembaban di lantai dua dan tiga berhasil ditekan di angka 60 persen relative humidity (RH). 


Rumah MAPAN yang ia bangun juga menghasilkan kemandirian pangan dari kolam ikan dan instalasi akuaponik. Dalam setahun, hasil panen ketiga jenis ikan yang dibudidayakan mencapai 1 ton. Sedangkan tanaman akuaponik sekali panen bisa mencapai 3 kg sayuran.


Tantangan dan Biaya Rumah Hijau


Untuk membangun sebuah rumah hijau ramah lingkungan, Qomarun harus menghadapi beberapa tantangan. Biaya pembangunan menjadi tantangan pertama. 


Pembangunan prototipe Rumah MAPAN menelan biaya sebesar Rp500-an juta. Belum termasuk biaya pembelian tanah sebesar Rp50 juta. Biaya ini akan berbeda jika konsep Rumah MAPAN diaplikasikan pada rumah yang sudah terbangun. 


Tantangan berikutnya adalah panel surya. Qomarun menghabiskan Rp24 juta untuk memasang satu set panel surya berdaya 1.600 wp. Sisi baiknya, pengeluaran listrik rumah tangga mengalami penurunan hingga Rp600 ribu per bulan. 


“Sebelum pakai panel surya, biaya listrik rumah saya sebesar Rp1,6 juta per bulan. Setelah pakai panel surya, biayanya turun jadi Rp1 juta,” ujarnya. ***

Iklan