Iklan

Iklan

,

Iklan

Ini Respons PBNU dan Kemenag soal Kalender Hijriah Global Muhammadiyah

Redaksi
Kamis, 11 Juli 2024, 14:08 WIB Last Updated 2024-07-11T07:08:05Z


JAKARTA --
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menghormati keputusan Muhammadiyah yang kini menggunakan kriteria Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) dalam penentuan awal bulan Hijriah. Namun, PBNU dan Kementerian Agama (Kemenag) memastikan akan tetap menggunakan kombinasi metode rukyatul hilal dan hisab, sebagaimana yang selama ini diterapkan oleh pemerintah.


"Muhammadiyah dan teman-teman Muhammadiyah punya pendapat sendiri. Tentu saja kami menghormati. Tetapi saya kira secara resmi, secara formal, kami menggunakan metode yang sudah berjalan itu," ujar Ketua PBNU, Ulil Abshar Abdalla, Rabu (10/7/2024).


Ulil menjelaskan, PBNU tetap mengikuti metode yang digunakan Kemenag karena memandang penentuan awal bulan adalah kewenangan pemerintah. Selain itu, penggunaan metode rukyatul hilal dan hisab juga dipilih PBNU sebagai bentuk melanjutkan tradisi Islam yang sudah berjalan selama berabad-abad.


"Ini sebetulnya melanjutkan tradisi dalam Islam yang sudah berlangsung berabad-abad. Dan penentuan awal bulan itu wilayah pemerintah, itu adalah otoritas negara atau otoritas imam dalam bahasa Islam. Maka itu masih kami pertahankan," pungkas Ulil.


Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama, Kamaruddin Amin, juga menegaskan bahwa Kemenag tetap menggunakan kriteria imkanur rukyat MABIMS (kesepakatan Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura) dalam menentukan awal bulan Hijriah. Kriteria imkanur rukyat MABIMS memiliki standar ketinggian hilal (bulan sabit tipis) minimal 3 derajat dan sudut elongasi (jarak sudut Matahari dan Bulan) 6,4 derajat.


"Kriteria tersebut sudah sesuai dengan fikih dan sains," kata Kamaruddin.


Kamaruddin menjelaskan bahwa Tim Hisab Rukyat Kementerian Agama telah mengkaji semua kriteria terkait penentuan awal bulan Hijriah. Ia menegaskan bahwa kriteria imkanur rukyat MABIMS, jika dilihat dari sisi sains, sangat ilmiah.


"Data analisis hisab selama 180 tahun di Banda Aceh dan Pelabuhan Ratu juga membuktikan bahwa dengan elongasi 6,4 derajat tersebut saat maghrib bulan sudah berada di atas ufuk," jelasnya.


Meskipun demikian, Kamaruddin menghargai setiap ijtihad yang diniatkan semua pihak untuk kemaslahatan umat Islam. Tak terkecuali ia menghargai jika Muhammadiyah menggunakan KHGT dalam menentukan awal bulan Hijriah.


"Kita tetap menghargai ragam dinamika dan perbedaan pandangan yang ada," katanya.


Sebelumnya, Muhammadiyah resmi meninggalkan kriteria wujudul hilal dan beralih menggunakan kriteria KHGT dalam penentuan awal bulan Hijriah. 


Kriteria ini berasal dari Muktamar Kalender Islam Global yang digelar di Turki pada 2016. Hasil muktamar tersebut menetapkan konsep kalender dengan prinsip satu hari satu tanggal untuk seluruh dunia. 


Muhammadiyah memandang perlu adanya unifikasi kalender Hijriah secara internasional. Unifikasi kalender tidak hanya memberikan kepastian dalam pelaksanaan ibadah, tetapi juga menjadi acuan dalam berbagai aspek muamalah. 


Penggunaan KHGT juga merupakan amanat dari Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar pada 2015, dan ke-48 di Surakarta pada 2022.


Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Maskufa, menjelaskan bahwa prinsip utama dari KHGT adalah kesatuan matlak, dengan syarat imkan rukyat, yaitu ketinggian hilal minimal 5 derajat dan sudut elongasi minimal 8 derajat di belahan bumi mana pun.

Iklan