Iklan

Iklan

,

Iklan

Merdeka dengan Pendidikan

Redaksi
Sabtu, 13 Juli 2024, 15:07 WIB Last Updated 2024-07-13T08:07:16Z


Oleh: Faozan Amar,
Sekretaris Lembaga Dakwah Khusus (LDK) PP Muhammadiyah | Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UHAMKA.


JAKARTA -- Ketika merumuskan Undang-Undang Dasar tahun 1945, para pendiri bangsa (founder) dengan tegas mencantumkan dalam pembukaan UUD 1945 bahwa di antara tujuan Indonesia merdeka adalah memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Penggunaan diksi “kesejahteraan” di depan kata “mencerdaskan” menjadi tanda bahwa prasyarat menuju bangsa Indonesia yang sejahtera adalah manakala rakyatnya cerdas dengan terpenuhinya hak-hak pendidikan warga negaranya dengan baik.


Sekarang setelah 75 tahun Indonesia merdeka, apakah tujuan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa telah tercapai? Inilah hal yang perlu kita refleksikan bersama. Sebab, meminjam ungkapan Buya Syafii Maarif, musuh terbesar bangsa ini adalah kemiskinan dan kebodohan. Jika dua hal ini dapat diatasi dengan baik dan benar, maka kita layak dan pantas merayakan kemerdekaan yang sebenar-benarnya dengan suka cita.


Untuk melihat sejauh mana tingkat kecerdasan kehidupan bangsa, dapat dilihat antara lain dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang merupakan indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia (masyarakat/penduduk). Kemajuan pembangunan manusia dapat dilihat dari kecepatan laju IPM yang menggambarkan upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kupembangunan manusia dalam suatu periode.


Status IPM menggambarkan level pencapaian pembangunan manusia dalam suatu periode dengan kategori ; Sangat tinggi dengan nilai IPM ≥ 80 ; Tinggi 70 ≤ IPM < 80, sedang dengan nilai IPM 60 ≤ IPM < 70, dan rendah nilai IPM < 60. Berdasarkan data tersebut, IPM tahun 2019 mencapai angka 71,9. Dengan capaian tersebut, maka pembangunan manusia Indonesia berstatus / masuk dalam kategori tinggi.


Berdasarkan data Biro Pusat Statistik tahun 2019, secara nasional rata-rata lama sekolah mencapai 8,34 tahun atau setingkat dengan kelas VIII atau kelas II SMP. Sedangkan harapan lama sekolah : 12,95 tahun atau setingkat kelas III SMA. Dengan kondisi tersebut, maka wajar jika syarat menjadi pemimpin di tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi dan Nasional atau syarat menjadi Bupati/Wali kota, Gubernur dan Presiden berpendidikan sekurang-kurangnya lulus SLTA.


Namun demikian, masih ada penduduk Indonesia yang belum merdeka dari buta huruf. Walaupun rasio penduduk Indonesia yang tidak mampu membaca dan menulis huruf latin dan huruf lainnya (buta huruf) semakin menurun setiap tahunnya seperti terlihat pada grafik di bawah ini. Penduduk yang buta huruf pada 1995 masih berada di atas 13%, tapi mulai 2014 telah berada di bawah 5%.


Berdasarkan data yang sama, penduduk usia di atas 10 tahun yang buta huruf pada 2017 mencapai 4,08% dari total populasi penduduk usia di atas 10 tahun. Angka ini lebih rendah dari tahun sebelumnya 4,19%. Sementara penduduk usia 15 tahun ke atas yang buta huruf 4,5% dan penduduk usia 15-45 tahun yang tidak bisa membaca dan menulis 0,94%. Adapun penduduk usia di atas 45 tahun yang buta huruf mencapai 11,08%.


Dengan demikian, sekalipun terjadi penurunan angka buta huruf, tetapi jumlahnya masih relatif besar. Apalagi untuk yang berumur di atas 45 tahun yang mencapai 2 digit. Akibatnya adalah jumlah angkatan kerja di Indonesia rata-rata berpendidikan SD. Berdasarkan data Sakernas BPS per Februari 2019, latar belakang pendidikan para angkatan kerja yang berusia 15 tahun ke atas masih didominasi oleh SD ke bawah (39,53 persen), kemudian disusul SMA (18,2 persen), SMP (17,77 persen). Sementara paling bontot yakni mereka yang lulus diploma (2,88 persen). 


Pada 2045, ketika Indonesia merayakan HUT ke 100 tahun yang tinggal 25 tahun lagi, Pemerintah menargetkan angkatan kerja setidaknya 90 persen angkatan kerja berlatar belakang pendidikan minimal SMP ke atas. Sehingga mampu mengisi peluang lapangan kerja yang ada dan terserap dengan baik. Target ini dibuat untuk menciptakan kualitas angkatan kerja yang baik. Sebanyak 68 persen penduduk Indonesia adalah usia produktif per 2030. Dan jika tidak mampu terserap dengan maksimal maka akan menjadi bom waktu dalam pembangunan nasional. 


Padahal puncak bonus demografi terjadi pada 2020-2043, yang jika bisa dikelola dengan baik akan menjadi berkah bagi kemajuan bangsa dan negara, sedangkan jika gagal mengelolanya akan menjadi musibah, sebab akan menimbulkan masalah-masalah baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Inilah salah satu tantangan yang menjadi tugas kita bersama dalam mewujudkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.


Dengan slogan Merdeka Belajar, semoga pada peringatan 75 tahun Indonesia merdeka ini, bangsa dan negara Indonesia akan menjadi bangsa yang maju dan merdeka dengan Pendidikan.

Iklan