SIDOARJO – Kemajemukan atau pluralitas merupakan sebuah keniscayaan, karena dalam Al Qur’an juga telah menyebutkan perbedaan dan berbagai macam varian manusia.
Merujuk pemahaman itu, menurut Prof. Munir Mulkhan, Guru Besar Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) dalam Kajian Kamisan Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah Kamis (25/7/2024), pluralitas akan ada sampai kiamat.
Kenyataan itu jika dikaitkan dengan tujuan Muhammadiyah, maka tujuan Muhammadiyah tidak ingin memaksa seluruh umat manusia memeluk agama Islam, melainkan ingin mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
“Harus disadari bahwa keberagaman, pluralitas warga dunia ini akan tetap seperti itu, sampai akhir zaman. Karena itu maka perlu perumusan ulang yang lebih fungsional tentang tujuan dan dakwah,” katanya.
Perumusan ulang yang lebih fungsional ini diharapkan Munir supaya para agen dakwah Persyarikatan Muhammadiyah tidak selalu merasa gagal. Selain itu, melalui perumusan ulang akan didapatkan pola dakwah yang sesuai kebutuhan zaman.
Oleh karenanya, kesadaran pluralitas ini harus hidup di warga persyarikatan. Dalam Risalah Islam Berkemajuan (RIB), terkait dengan pluralitas terdapat lima pokok hak dan kewajiban manusia terhadap lainnya yang berbeda dengan dirinya.
Kelima hak dan kewajiban itu meliputi memberikan kebebasan untuk beragama, hak untuk hidup, hak untuk menjaga akal – untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, hak melanjutkan keturunan, serta hak untuk perlindungan harta.
“Dengan demikian amal usaha pendidikan Muhammadiyah menjangkau semua peserta didik dari beragam suku, bangsa, ras, dan agama. Sikap inklusif tersebut merujuk pada filsafat pendidikan Muhammadiyah. Ini merujuk Keputusan Muktamar Jogja tahun 2010,” ungkapnya.
Filsafat Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) pendidikan, imbuhnya, mengedepankan kualitas, keterbukaan, ilmu pengetahuan, dan rasionalitas. Dalam RIB, semangat Islam Berkemajuan di sistem pendidikan Muhammadiyah itu mengajak umat untuk secara positif menyikapi kemajuan.***