Iklan

Iklan

,

Iklan

Metode Penentuan Hukum Manhaj Tarjih Muhammadiyah

Redaksi
Selasa, 27 Agustus 2024, 14:18 WIB Last Updated 2024-08-27T07:18:22Z


YOGYAKARTA —
Manhaj Tarjih Muhammadiyah dirancang untuk menjaga relevansi dan keotentikan ajaran Islam, sambil menjawab tantangan-tantangan kontemporer. Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhmmadiyah Muhammad Abdul Fattah Santoso menguraikan beberapa metode utama yang digunakan dalam Manhaj Tarjih Muhammadiyah.


Dalam Pengajian Tarjih pada Rabu (21/8/2024), Fattah mengatakan bahwa metode utama ini masing-masing memiliki peran penting dalam penetapan hukum. 


Pertama, Metode Bayani atau interpretasi semantik. 


Metode ini merupakan pendekatan kebahasaan yang digunakan ketika ada nash (teks Al-Quran atau Hadis) yang sudah ada, tetapi masih memerlukan penjelasan lebih lanjut karena sifatnya yang kabur atau ambigu.


Dalam konteks ini, metode bayani digunakan untuk menggali makna dari teks-teks tersebut dengan menggunakan analisis kebahasaan. Ini melibatkan pemahaman tentang makna literal, konteks linguistik, serta penafsiran berdasarkan penggunaan bahasa Arab klasik. Metode ini membantu memastikan bahwa pemahaman terhadap nash tetap sesuai dengan konteks dan tujuan aslinya, sehingga hukum yang dihasilkan memiliki landasan yang kokoh.


Kedua, Metode Kausasi/Ta‘lili. 


Metode ini adalah pendekatan yang mengedepankan penalaran untuk menetapkan hukum, terutama dalam masalah-masalah baru yang belum ada nash yang mengaturnya. Ada dua pendekatan utama dalam metode ini: kausa efisien dan kausa finalis.


Kausa efisien berfokus pada sebab-sebab yang mendasari suatu hukum dengan menggunakan pendekatan rasional. Sementara kausa finalis atau maqasid syari’ah berorientasi pada tujuan akhir syariah, yaitu kemaslahatan umat. Pendekatan maqasid ini mengutamakan aspek kemanfaatan dan menghindari kemudaratan dalam setiap penetapan hukum.


Ketiga, Metode Sinkronisasi dalam Ta‘arud (Pertentangan) Dalil. 


Dalam situasi di mana terdapat pertentangan antara dalil-dalil yang ada, Manhaj Tarjih Muhammadiyah menggunakan metode sinkronisasi untuk menentukan hukum yang paling tepat. Metode ini terbagi menjadi empat kategori:


1) Al-jam‘u wa at-taufiq


Metode ini mengedepankan upaya untuk menerima semua dalil yang tampak bertentangan secara lahiriah. Dalam pelaksanaannya, diberi kebebasan untuk memilih dalil yang paling sesuai (takhyir), sehingga tidak ada dalil yang diabaikan.


2) At-tarjîh


Ketika terdapat dalil yang lebih kuat dari yang lain, metode ini mengutamakan dalil yang lebih kuat tersebut untuk diamalkan, sementara dalil yang lebih lemah ditinggalkan. Pendekatan ini menekankan pada kualitas dan kekuatan argumentasi dari dalil yang digunakan.


3) An-naskh


Dalam beberapa kasus, dalil yang muncul belakangan dapat membatalkan atau menggantikan dalil yang muncul lebih awal. Metode an-naskh ini digunakan untuk mengamalkan dalil yang lebih baru, dengan asumsi bahwa dalil tersebut lebih relevan dengan konteks saat ini.


4) At-tawaqquf


Jika semua upaya untuk menyelaraskan dalil tidak memberikan hasil yang memuaskan, metode at-tawaqquf digunakan untuk menghentikan penelitian terhadap dalil yang ada dan mencari dalil baru yang lebih sesuai. Metode ini mencerminkan sikap kehati-hatian dan keterbukaan terhadap penemuan baru dalam penetapan hukum.


Keberagaman metode dalam Manhaj Tarjih Muhammadiyah ini mencerminkan kedalaman pemikiran yang ada dalam upaya menjaga relevansi hukum Islam di tengah dinamika zaman. 


Dengan kombinasi antara pendekatan kebahasaan, penalaran filosofis, dan sinkronisasi dalil, Muhammadiyah berupaya menghadirkan hukum Islam yang tidak hanya berdasarkan pada teks, tetapi juga pada semangat keadilan dan kemaslahatan bagi umat.***

Iklan