Iklan

Iklan

,

Iklan

Takhayul dan Khurafat dalam Perspektif Muhammadiyah

Redaksi
Minggu, 20 Oktober 2024, 18:39 WIB Last Updated 2024-10-20T11:39:31Z


JAKARTA --
Dalam kamus Mu’jam al-Wasith, kata “takhayyul” bermakna membayangkan. Istilah ini sering digunakan untuk menggambarkan seseorang yang sombong dan kagum pada dirinya sendiri, disebut “mukhtal” atau “dzul khuyala’”, karena mereka membayangkan diri mereka hebat dan tak tertandingi (Lisan al-‘Arab, 11/226).


Semua keterangan dusta, berawal dari khayalan manusia tanpa bukti nyata, tidak sesuai kenyataan, dan tidak didukung oleh dalil. Itulah yang disebut takhayyul. Ketika khayalan ini diyakini sebagai kebenaran, ia berubah status menjadi khurafat.


Khurafat adalah cerita-cerita mempesonakan yang bercampur dengan perkara dusta, atau cerita rekaan, khayalan, ajaran-ajaran, ramalan, pemujaan, atau kepercayaan yang menyimpang dari ajaran Islam namun diyakini kebenarannya. Budaya khurafat berasal dari masyarakat Jahiliyah, yang percaya pada arah terbang burung sebagai penentu nasib mereka. Mereka juga percaya bahwa burung hantu atau gagak yang hinggap dan bersuara di atas rumah menandakan kematian salah satu penghuni rumah tersebut.


Khurafat adalah bid’ah dalam bidang akidah, yakni kepercayaan atau keyakinan yang menyalahi ajaran Islam. Contohnya termasuk memuja atau memohon kepada makhluk halus (jin), dan meyakini bahwa benda-benda seperti tongkat, keris, atau batu akik memiliki kekuatan gaib yang bisa diandalkan.


Muhammadiyah dengan tegas menyatakan bahwa mitos-mitos yang hanya didasarkan pada cerita, keyakinan, dan kepercayaan tanpa dasar ilmiah atau dalil nash, termasuk dalam kategori tathayyur, takhayyul, dan khurafat yang harus dijauhi. Hal ini karena khurafat dikhawatirkan mengarah kepada syirik dan merusak tauhid atau aqidah Islam, sehingga wajib dijauhi dan ditinggalkan.


Namun, dalam menyampaikan dakwah untuk meluruskan pemahaman masyarakat, pendekatan yang bijak sangat diperlukan. Dakwah harus dilakukan dengan hikmah, nasihat yang baik, dan debat yang dilakukan dengan cara yang baik (mujadalah bil ma’ruf). 


Dengan demikian, umat Islam diharapkan dapat memahami dan menghindari takhayyul dan khurafat, serta memperkuat akidah mereka sesuai ajaran Islam yang benar.


Referensi:


Ghoffar Ismail, “Pandangan Muhammadiyah Terhadap: Mitos-Mitos Bulan Muharam”, dalam Materi Pengajian Tarjih PP Muhammadiyah edisi 223.

Iklan