KUPANG – Menghadirkan kemakmuran untuk semua dapat dilakukan dari berbagai sisi, termasuk di antaranya adalah strategi kebudayaan yang sejauh ini masih belum muncul kepermukaan.
Tenggelam atau bahkan tidak adanya strategi kebudayaan nasional membuat kondisi Indonesia seakan-akan asing di rumah sendiri, sebab kuatnya infiltrasi budaya lain yang lalu lalang – keluar dan masuk, bahkan mengendap di Indonesia masa kini.
Menurut Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir pada Rabu (4/12) di UM Kupang, kebudayaan atau pembangunan kebudayaan menjadi salah satu agenda penting selain pembangunan demokrasi, peningkatan ekonomi, dan pengembangan hukum.
“Muhammadiyah terus berikhtiar menghadirkan kemakmuran sebagai salah satu penanda dari jalan dan strategi kebudayaan yang berkemajuan menuju puncak peradaban bangsa Indonesia yang dicita-citakan para pendiri,” katanya.
Guru Besar Ilmu Sosiologi ini menjelaskan, kaitan antara “hadlarah” atau menghadirkan peradaban yaitu dengan membangun kebudayaan berkemajuan. Budaya maju ini dapat dijadikan pijakan dalam pengelolaan segala potensi yang dimiliki oleh Indonesia.
Merujuk UUD 1945, Haedar menyebut Indonesia yang berkemakmuran tidak bisa dilepaskan dari Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu, dan adil. Jika diperas, Indonesia yang makmur harus disertai keadilan, dan keadilan harus disertai kemakmuran.
Muhammadiyah bertekad untuk terus bergerak meningkatkan intensitas dan kualitas gerakan “Menghadirkan Kemakmuran untuk Semua” melalui praksis gerakan dan amal usahanya untuk terus diperluas dan dikembangkan pada seluruh komponen masyarakat di berbagai kawasan hingga ke daerah terdepan, terjauh, dan tertinggal.
Dalam pandangan Haedar, usaha meningkatkan kemakmuran bangsa merupakan satu mata rantaidengan membangun kekuatan iman dan takwa, akhlak mulia, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan orientasi amal saleh di segala bidang kehidupan.
Dinamika nasional, katanya, kebudayaan menjadi tantangan yang semakin mencekat kehidupan bangsa. Akibat serbuan media sosial, kehidupan kebudayaan bangsa Indonesia dinilai Haedar saat ini makin liberal.
“Khusus di bidang kebudayaan, bangsa Indonesia masih menghadapi persoalan-persoalan krusial yang dapat mengancam keutuhan bangsa. Masalah kebudayaan terkait erat dengan karakter bangsa, perilaku, kehidupan sosial masyarakat, nilai, dan sebagainya,” tutur Haedar.
Jika hal itu terus dibiarkan akan mengakibatkan kemajuan yang diraih lebih bersifat sektoral dan tidak banyak memberi kontribusi bagi kemajuan adab, budaya dan persatuan.
Implikasinya lebih jauh meliputu memudarnya semangat nasionalisme dan lunturnya kebanggaan terhadap budaya nasional, berjayanya budaya global dalam kancah budaya kontemporer Indonesia saat ini, terkikisnya nilai-nilai luhur dan semangat kolektivitas dan kegotongroyongan yang tergantikan oleh materialisme, hedonisme, pragmatisme, dan individualisme.
Oleh karena itu penting bagi warga, kader, dan pimpinan Muhammadiyah memahami perkembangan Islam dan Muhammadiyah di tengah kebudayaan dan peradaban dunia maupun dinamika kebangsaan Indonesia.
Di tengah pergumulan kebudayan global dan nasional, ciri yang hatus tetap ada di Muhammadiyah harus tetap ada yaitu tegak di atas prinsip dan kepribadian Islam yang membebaskan, memberdayakan, dan memajukan kehidupan.***