Iklan

PMB Uhamka

Iklan

PMB Uhamka
,

Iklan

Amalan Puasa di Bulan Sya'ban Menurut Muhammadiyah

Redaksi
Sabtu, 08 Februari 2025, 13:20 WIB Last Updated 2025-02-08T06:20:42Z


JAKARTA --
Setiap kali bulan Sya’ban tiba, muncul perbincangan mengenai keutamaan berpuasa di bulan ini, terutama pada pertengahan bulan atau yang dikenal dengan Nishfu Sya’ban. Salah satu dalil yang kerap dikutip adalah hadis riwayat Ibnu Majah dari Ali Ra yang berbunyi:


إذا كانَتْ ليلةُ النِّصْفِ من شَعْبانَ قُومُوا لَيْلَها وصُومُوا نَهارَها


“Jika ada malam Nishfu Sya’ban maka dirikanlah (ibadahlah) di malamnya dan puasalah di siang harinya.”


Namun, para ulama bersepakat bahwa hadis ini berderajat dhaif (lemah). Salah satu rawinya dikenal sebagai pemalsu hadis, sehingga riwayat ini tidak dapat dijadikan dasar dalam beribadah. Dengan demikian, anggapan adanya kewajiban atau anjuran khusus untuk berpuasa di pertengahan Sya’ban tidak memiliki landasan yang kuat dalam Islam.


Meski begitu, puasa di bulan Sya’ban tetap memiliki keutamaan berdasarkan hadis-hadis shahih. Dalam riwayat Bukhari dan Muslim, Aisyah Ra berkata:


عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: كانَ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ يَصُومُ حتَّى نَقُولَ: لا يُفْطِرُ، ويُفْطِرُ حتَّى نَقُولَ: لا يَصُومُ، فَما رَأَيْتُ رَسولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إلَّا رَمَضَانَ، وما رَأَيْتُهُ أكْثَرَ صِيَامًا منه في شَعْبَانَ


“Dari Siti Aisyah ra berkata: “Rasulullah berpuasa hingga kami menyangka Ia berbuka, dan berbuka hingga kami menyangka Ia tidak berpuasa dan aku tidak pernah melihat Rasul menyempurnakan puasanya satu bulan penuh kecuali di bulan Ramadan dan aku tidak pernah melihat Rasul memperbanyak puasanya daripada berpuasa di bulan Sya’ban”.


Hadis lain dari riwayat an-Nasai juga menguatkan bahwa Rasulullah memperbanyak puasa di bulan Sya’ban, meskipun tidak secara penuh.


لقد كانَت إحدانا تُفطِرُ في رَمضانَ ، فما تقدرُ على أن تقضيَ حتَّى يدخلَ شعبانُ ، وما كانَ رسولُ اللَّهِ يصومُ في شَهْرٍ ما يصومُ في شعبانَ ، كانَ يصومُهُ كُلَّهُ إلَّا قليلًا بل كانَ يصومُهُ كُلَّهُ


“Salah satu dari kami biasa berbuka di bulan Ramadan, dan tidak mampu untuk mengqadha puasa tersebut hingga masuk bulan Sya’ban. Rasulullah tidak berpuasa di bulan mana pun seperti yang beliau berpuasa di bulan Sya’ban, beliau berpuasa sepanjang bulan itu kecuali sedikit.”


Berdasarkan dua riwayat ini, Rasulullah melakukan puasa di bulan Sya’ban dengan dua metode. Pertama, beliau kadang berpuasa sebulan penuh. Kedua, beliau kadang tidak berpuasa penuh, tetapi tetap lebih banyak dibandingkan bulan-bulan lain. Dengan pendekatan jam’u wa at-taufiq (kompromi antara dalil-dalil yang tampak berbeda), maka dapat disimpulkan bahwa seorang muslim boleh menjalankan puasa di bulan Sya’ban dengan dua pilihan:


Berpuasa sebulan penuh seperti yang pernah dilakukan Rasulullah. Memperbanyak puasa tanpa harus sebulan penuh, misalnya dengan puasa Senin-Kamis, Ayyamul Bidh, atau bahkan puasa Dawud.


Namun, penting untuk dicatat bahwa memperbanyak puasa di bulan Sya’ban tidak berarti menciptakan aturan baru, seperti mewajibkan puasa selama sepekan penuh tanpa dalil yang jelas. Praktik ini berisiko mengada-adakan ibadah yang tidak diajarkan oleh Rasulullah.


Terkait hadis riwayat an-Nasai yang menyatakan Rasulullah berpuasa penuh selama Sya’ban, terdapat pendapat yang menjelaskan bahwa ungkapan “berpuasa penuh” dalam tradisi Arab sering kali tidak bermakna harfiah. Sebagaimana orang Arab biasa mengatakan “semalaman penuh”, padahal maksudnya hanyalah sebagian besar malam. Hal ini lebih menggambarkan intensitas daripada durasi mutlak.


Berdasarkan kajian tersebut, tidak ada ibadah khusus dalam Nishfu Sya’ban seperti puasa di pertengahan bulan, Yasinan, atau ritual tertentu yang tidak memiliki dasar kuat dalam sunnah. Yang dianjurkan hanyalah memperbanyak puasa di bulan Sya’ban sesuai dengan contoh Rasulullah, baik dengan sebulan penuh atau dengan pola puasa sunnah yang telah ada.***(MHMD)

Iklan

PMB Uhamka