Iklan

PMB Uhamka

Iklan

PMB Uhamka
,

Iklan

Napaktilasmu Edisi Garoet: "History & Heritage Moehammadijah"

Redaksi
Jumat, 07 Februari 2025, 19:28 WIB Last Updated 2025-02-07T12:28:36Z


Garut merupakan 0 km-nya Muhammadiyah di Priangan dan Jawa Barat. Itulah salahsatu alasan komunitas Jalan Santai sekaligus pecinta Sejarah Budaya & Heritage ini. Bukan saja Muhammadiyah tetapi beberapa organisasi Islam tumbuh dan berkembang di Garut. Selain itu banyak peristiwa penting yang mewarnai situasi nasional dari Garut. 


Istilah Garut sendiri muncul bermula saat membuka lahan untuk ibukota kabupaten Limbangan. Tepat di lokasi yang kini menjadi SMPN1 Garut, dimana ditemukan banyak pohon semak berduri Maranta Arudinacea (Latin) yang melukai (ka Karut) salahsatu rombongan pekerja, yang ditirukan jadi "ga garut". Kemudian  mata air di sana pun disebut Ci Garut yang paritnya mengalir ke sungai Cimanuk. Dan kawasan ibukota Limbangan itupun diberi nama Garut.


Seabad kemudian, peristiwa Cimareme (1919) membuat nama Garut populer di negeri Nederland (Belanda). Ungkapan ini sekilas diungkap Founder NAPAKTILASMU, kang Syafaat saat mengisahkan awal mula toponimi nama Garut di hadapan para peserta jalan santai di 0 km Garut, depan SMPN 1 Garut (Minggu (2/2).


Abad 20 kota Garut menjadi kota penting di pedalaman baik bagi pemerintah kolonial Belanda ataupun pribumi. Bagi pemerintah Belanda kabupaten Limbangan yang beribukota Garut merupakan sumber sosial ekonomi penting dari hasil perkebunan teh (Cikajang), pertanian serta ekonomi kreatif. 


Bagi bangsa pribumi kota baru Garut menjadi kota baru tumpuan harapan. Pantas jika  sejak akhir abad 19 berdatangan migran dari Jawa Tengah diantaranya orangtua dari HM.Djamhari, pengusaha Batik Pasar Baru yang dikenal sebagai aktivis Sarekat Islam (SI) sekaligus penggagas dibukanya Moehammadijah Cabang Garoet.


Acara Napaktilasmu ini menyusuri trotoar, jalanan kota, serta gang di tengah kepadatan pusat bisnis di dalam kota Garut. Para peserta yang terdiri dari ibu-ibu dan bapak-bapak dari daerah Garut, ada pula yang datang dari kota Bandung, Cibiru, bahkan dari kabupaten Cirebon. Bahkan ada peserta sekeluarga dari Bandung membawa serta putri dan puteranya yang masih kecil.


Para peserta yang cukup beragam profesi, ada dosen dari Unisba, dosen dan tendik UM Bandung, guru bahkan orang Dinas Pariwisata dan Budaya ini dibawa mengikuti rute 9 titik rute bernilai sejarah dan heritage. Di setiap titik pos yang bernilai sejarah Muhammadiyah itu mereka menerima pemaparan deskripsi serta tanya jawab dengan pemandu yang sekaligus Founder komunitas NAPAKTILASMU. 


Selain berjalan santai di trotoar, para peserta pun memasuki gang seperti masuk gang Bioskop yang kini menjadi gang Aisyiyah. Di lokasi ini dipaparkan sejarah berdirinya Masjid atau Mushala Isteri yang sudah ada resmi sejak tahun 1926 bahkan fotonya ada disitus KITLV Leiden. Mushala ini merupakan yang ke-2 setelah di Jogyakarta, yang menunjukan progressipnya gerakan Muhammadiyah di Jawa Barat yang berawal di kota Garut. Saat mana kalangan perempuan lainnya di Hindia Belanda masih tertinggal, bahkan masih mengharamkan perempuan ke luar rumah untuk sekolah atau bekerja di ruang publik.


Di titik pos lainnya, peserta menyimak informasi sejarah tempo dulu gedung Poliklinik Pratama Muhammaiyah yang dulunya merupakan tempat tinggal tokoh sepuh Muhammadiyah, bapak Masamah. Lokasi yang berada di pusat kota, tepatnya Chinese voorstraat (jalan pemukiman Cina), kini jalan Ahmad Yani. Ini memberikan informasi bahwa gerakan Muhammadiyah memang berawal dari kalangan masyarakat perkotaan dan banyak berprofesi sebagai pengusaha.


Mereka pun beralih ke titik-titik sejarah dan bangunan yang benilai heritage. Seperti menyambangi lokasi Madrasah Muhammadiyah/SDMuhammadiyah di gg. Lio, dulu awalnya merupakan Madrasah Al-Hidayah yang resmi dibuka pada tahun 1919 sebagai Madrasah bercorak  reformis pertama di Priangan. Madrasah ini menghasilkan murid-murid yang menjadi tokoh yang berkiprah di kota Garut, Jawa Barat, bahkan Nasional.


Menjelang Zuhur, peserta bergeser sedikit Masjid Muhammadiyah Lio. Pusat pergerakaan dakwah Muhammadiyah pertama di Garut dan Jawa Barat. Masjid yang bangunannya sudah mengalami perluasan dan perubahan arsitekturnya. Versi awal hasil karya arsitek HM Djamhari yang juga perintis dan tokoh utama Muhammadiyah. Tahun 1960 direnovasi oleh arsitek Ir.Achmad Noe'man dengan model yang tetap bertahan sampai dengan sekarang, yang diresmikan tahun 1963 bersamaan dengan Muktamar Pemuda Muhammadiyah ke-III yang mendatangkan Buya Hamka dalam acara tersebut.


Pukul  13.15 peserta melanjutkan penelusuran jalan kaki ke bekas ruko pendiri Muhammadiyah, di jalan Pasar Baru, tepat 180 derajat sebrang kantor Pegadaian. Rumah yang kini sudah berganti menjadi toko pakaian itu amat meninggalkan sejarah. Di sana lah sering berkumpul tokoh-tokoh umat dan bangsa, sekelas Cokroaminoto, KH Ahmad Dahlan, Agus Salim, Abdul Muis, Hamka, Sukarno, dll. Baik  para pimpinan Kongres Al-Islam ke-2 di tahun 1924 atau pun tokoh-tokoh Muhammadiyah dalam acara Konperensi Muhammadiyah se-Hindia Belanda Mei 1940. Selain itu ruko ini sering menjadi tempat bertemunya berbagai tokoh perjuangan termasuk dari kalangan keturunan Arab.


Peserta pun dibawa menyusuri bekas gedung Bioskop Orion, yang   sejak awal abad ke-20 dijadikan tempat rendevous para pemuka agama dalam diskusi-diskusi yang dikenal sebagai pegiat Pengajian Al-Hidayah. yang mana dari sini berkembang untuk pengkaderan umat dengan mendirikan Madrasah Al-Hidayah. Selain tempat bazar dan pentas seni Tunil di awal abad ke-20, Bioskop ini pernah menjadi saksi sejarah  tempat sidang Kongres Al-Islam ke-2 yang dihadiri tokoh dari penjuru tanah air pada bulan Mei 1924.


Kemudian Napaktilasmu bergeser ke titik rute bekas Rumah tokoh Muhammadiyah, HM Djamhari tepat sebrang SMPN 5 Garut. Tempo doeloe rumah yang berlokasi di jalan Gunung Payung ini tepat di depan Sekolah bangsa Tionghoa (THHK). Karena kawasan Pasar Baru ini bisa disebut "Chinese Town" ( kawasan pemukiman Cina), yang memanjang sepanjang sisi Chinese voorstraat. 


Setelah melewati jalan Gunung Payung, menyebrang jalan Ciwalen tampak rumahsakit Bethesda, lalu peserta memasuki jalan Sulaeman hingga belok ke trotoar jalan Ahmad Yani. Melewati jalan Candramerta dan berakhir di tempat peristirahatan akhir sang Tokoh HM Djamhari. Sepanjang jalan menuju makam, peserta menyaksikan lanjutan amal usaha Muhammadiyah di atas tanah wakaf dari sang tokoh berupa Madrasah Muallimat, dulu terkenal sebagai Sekolah PGA Muhammadiyah sejak tahun 1954, dan SMK Muhammadiyah.


Di zaman Belanda  dikenal sebagai Vervolg school (sekolah calon guru).


Akhir Napaktilas jalan santai ini, ditutup dengan ungkapan renungan dari Founder Napaktilasmu,"bahwa sehebat dan sekaya apapun sang tokoh seperti HM Djamhari pada akhirnya akan berujung seperti yang kita lihat, di sini berakhirnya  pada kembali kepada Allah. Dari Allah akan kembali kepada Allah, hanya amal-amalnya yang abadi dan menjadi buah tutur, amal kebaikannya yang dibawa dan dikenang. Jiwa filantrofi, dermawannya dalam amal kebaikan lah yang  menjadi bekal akhir. Inilah hikmah ibrah atau zeitgest dari jalan santai Napaktilasmu ini supaya meneladani keteladan tokoh generasi sebelumnya dalam beramal."

Iklan

PMB Uhamka